Oleh: Zen Wisa Sartre dan Ikko Anata
KOMPAS.com – Tentu, komunikasi bukanlah perkara mudah, termasuk dengan keluarga. Hal ini dapat menyebabkan rasa frustasi karena keluarga yang seharusnya menjadi rumah atau wadah, malah menimbulkan perasaan tertekan.
Novita Tandry, psikolog anak dan remaja dari NTO International, memaparkan pentingnya komunikasi dalam keluarga pada siniar Anyaman Jiwa bertajuk “Saat Aku Sedang Hadapi Tekanan Keluarga” yang dapat diakses melalui bit.ly/anyjiwtekanan.
Tidak dapat dimungkiri bahwa komunikasi sangatlah berpengaruh dalam hubungan orangtua dan anak.
Apabila komunikasi tidak berjalan dengan baik, bukan tidak mungkin anak menganggap orangtua bukanlah tempat yang aman untuk bercerita.
Itu sebabnya, memiliki hubungan positif dalam keluarga sangatlah penting.
Pasalnya, anak yang selalu merasa hubungan dalam keluarganya tidak nyaman akan beranjak dewasa dengan persepsi kehidupan adalah sesuatu yang negatif. Untuk menyikapinya, orangtua harus bisa menjadi pendengar tanpa menghakimi.
Apabila orangtua cenderung memarahi atau menghiraukan setiap keluh-kesah anak, mereka (anak) akan cenderung bahwa berkomunikasi dan bercerita kepada orangtua bukanlah sesuatu yang bijak.
Dilansir dari UNICEF, orangtua harus memberikan pertanda bahwa dirinya aktif mendengarkan. Itulah mengapa, penting bagi orangtua memberikan afirmasi bahwa segala permasalahan dan perasaan anak itu benar adanya.
Orangtua bisa bertanya dan menggunakan bahasa yang dipahami anak sesuai usia tanpa menggunakan nada dan intonasi yang keras.
Dengan begitu, anak tidak perlu merasa dirinya dimarahi atau diinterogasi.
Baca juga: Cara Menghadapi Kesedihan Saat Ditinggal Pasangan
Agar anak mampu menangani masalah dan perasaannya, orangtua dapat membantu dengan mengidentifikasi penyebab dan apa yang sedang mereka rasakan.
Orangtua juga harus sadar atas perubahan wajah dan sikap di kala mereka mengekspresikan perasaan dan masalah.
Apabila orangtua tidak mampu memfasilitasi komunikasi dengan anak, tidaklah aneh bila anak akan merasa sendirian bahkan depresi.
Dampaknya, anak akan cenderung melakukan perilaku negatif dari buruknya hubungan dalam keluarga.